Kuterobos hujan dengan hati kesal. Tak ingin aku menunggu lagi. Hampir 2 jam aku berdiri menunggunya Rio di sini.
“Phia, besok aku jemput ya! Tunggu aku!” ujarmu sebelum mengakhiri penbicaraan kita di ponsel tadi malam.
Entah sudah berapa puluh kali aku diperlakukanmu begini.
“Benar-benar keterlaluan,” umpatku kesal.
Hujan deras membasahi sekujur tubuhku. Kuterus berjalan, sambil sekali-kali menendang kerikil-kerikil kecil di jalanan.
Demikian Aling (kweklina) memulai cerpennya, “Seandainya, Kamu Dengar Penjelasannku!”. (Cerita lengkapnya dapat disimak di sini.) Berikut ini ulasanku. Baca lebih lanjut